Jurnal Harian-ku
 

 Catatan Komisi Nasional Perempuan menyebutkan, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selama tahun 2007 mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 tercatat 17.772 kasus kekerasan terhadap istri, sedangkan tahun 2006 hanya 1.348 kasus.


Peningkatan KDRT ini antara lain karena berhasilnya sosialisasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Sosialisasi yang dilaksanakan melalui berbagai media ini mampu menyadarkan perempuan korban kekerasan untuk melapor karena ada “senjata” hukum yang melindungi.

Di tengah keberhasilan penyadaran para korban KDRT tersebut, timbul berbagai persoalan antara lain soal KDRT yang dipandang sebagai persoalan pribadi (domestik rumah tangga). Persoalan lain adalah implementasi KDRT di lapangan, di tengah masyarakat.

Dari Ranah Pribadi ke Ranah Publik

Sejak dikeluarkannya UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pemerintah telah berani mengambil alih wilayah hukum yang sebelumnya termasuk ranah domestik kini menjadi ranah publik.

Selama ini ditemukan adanya pandangan bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan, istri, dan anak-anak dipandang sebagai sesuatu yang wajar dan hal itu disikapi sebagai konflik rumah tangga semata.

Pandangan tersebut diperparah lagi oleh adanya mitor-mitos yang merendahkan martabat istri, perempuan dan anak-anak, sebaliknya ayah yang dominan terhadap anggota keluarga dalam rumah tangga dengan sikap yang berlebihan sebagai relasi kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang timpang berlangsung di dalam rumah tangga, bahkan diterima sebagai sesuatu kondisi yang benar yang melanggengkan KDRT.

Hambatan-hambatan di Lapangan

UU PKDRT merupakan implementasi UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak serta bentuk diskriminasi merupakan suatu isu global sekaligus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang wajib diselesaikan oleh Negara dan masyarakat luas. Dengan adanya PKDRT tersebut, kini segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga menjadi tindak kriminal.

Salah satu dampak dari penerapan KDRT itu adalah terjadinya kesadaran publik atas KDRT. Tidak sedikit masyarakat semakin berani melapor kasus-kasus kekerasan karena adanya perlindungan korban KDRT. Di samping itu, timbul pula berbagai persoalan dalam menyelesaikan proses hukum KDRT, sekaligus sebagai kekurangan yang perlu diperhatikan pemerintah, LSM dan masyarakat luas.

Penerapan UU PKDRT di lapangan menghadapi berbagai kendala dan reaksi dari pelaku KDRT. Pertama, ditemukan bahwa aparat penegak hukum baik polisi, jaksa maupun hakim memiliki pemahaman yang beragam tentang kekerasan dalam rumah tangga. Ada aparat hukum menganggap kekerasan fisik berat jika korban tidak dapat menjalankan aktivitas rutinnya, sehingga korban yang masih dapat beraktivitas secara rutin dianggap sebagai kekerasan fisik ringan.

Kedua, aparat penegak hukum khususnya polisi dan hakim kesulitan menerapkan ketentuan UU PKDRT tentang perlindungan sementara dan penetapan perlindungan. Tidak adanya acuan atau petunjuk teknis pelaksanaan menjadi alasan mengapa perlindungan sementara belum ditempuh.

Ketiga, adanya status perkawinan yang hanya dilaksanakan di gereja atau secara adat dan tidak tercatat di kantor catatan sipil atau KUA seperti yang terjadi di berbagai daerah seperti di Medan, Semarang dan Yogyakarta. Hal ini menyulitkan penindaklanjutan proses hukum KDRT.

Keempat, kesulitan pembuktian kasus KDRT. Sulitnya pembuktian kekerasan pada perempuan adalah sekitar 70 persen perbuatan kekerasan dilakukan oleh orang terdekat korban seperti pacar, suami, orang tua, saudara atau orang terdekat lainnya. Tempat kejadiannya pun membuat sulit orang lain ikut campur seperti rumah, sekolah dan tempat-tempat pribadi.

Publik Ikut Bertanggung Jawab

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT pada pasal 5 dijelaskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga mencakup kekerasan fisik, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat (pasal6).

Kekerasan psikis dipandang sebagai perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/ atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual terhadap orang yang menetap dalam rumah tangga dan terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/ atau tujuan tertentu. Penelantaran rumah tangga dimengerti sebagai tindakan mengabaikan tanggung jawab untuk memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang yang berada dalam tanggung jawabnya. Tindakan lain adalah yang mengakibatkan “ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan /atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. (Pasal 6-9).

Pengertian kekerasan dan jenis-jenis di atas diharapkan segera tersosialisasi ke publik. Dengan peraturan PKDRT tersebut pula segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga bukan lagi menjadi ranah internal keluarga tetapi menjadi ranah publik.

Untuk itu publik atau masyarakat luas, menurut Undang-Undang KDRT tersebut wajib melakukan upaya-upaya yang sesuai dengan kemampuannya antara lain: (1) mencegah berlangsungnya tindak pidana, misalnya kekerasan atau bahkan sampai pada pembunuhan; (2) memberikan perlindungan kepada korban; (3) memberikan pertolongan darurat; dan (4) membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungannya.

Keluarga Tanpa Kekerasan

Melihat pentingnya penghapusan KDRT, maka pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam mewujudkan kehidupan rumah tanggga tanpa kekerasan. Berbagai upaya masih harus diperhatikan dan dilakukan pemerintah dengan berkolaborasi dengan masyarakat peduli KDRT.

Pertama, perlu adanya kesamaan persepsi tentang kekerasan fisik entah berat atau ringan di kalangan aparat penegak hukum.

Kedua, diadakannya kerangka acuan atau petunjuk teknis tentang pelaksanaan perlindungan sementara dan penetapan perlindungan bagi KDRT.

Ketiga, pentingnya sosialisasi pencatatan perkawinan entah di kantor catatan sipil atau KUA. Dengan demikian proses hukum dan perlindungan korban kekerasan makin dipermudah.

Keempat, pentingya kampanye keluarga bahagia hidup tanpa kekerasan. Kampanye ini selain berlaku di tengah publik, para pemuka agama diharapkan menyuarakan hidup keluarga menjadi bahagia tanpa kekerasan. Hidup keluarga tanpa kekerasan merupakan nilai-nilai yang pasti diajarkan oleh semua agama.

UU PKDRT sudah disosialisasikan. Masyarakat luas semakin sadar bahwa KDRT bukan lagi melulu ranah pribadi tetapi sudah menjadi ranah publik KDRT sudah disikapi masyarakat sebagai isu global dan pelanggaran hak asasi manusia. Kita mensyukuri atas upaya negara dalam mewujudkan hidup keluarga tanpa kekerasan. Namun masih banyak tugas dan tanggung jawab baik pemerintah maupun publik dalam mewujudkan cita-cita bersama dan publik yaitu hidup keluarga tanpa kekerasan. Inilah tanggung jawab kita bersama. Mari kita bertanggung jawab dan peduli pada kehidupan keluarga tanpa kekerasan di rumah dan di sekitar kita.
(oleh Pormadi Simbolon, Disadur dari bulletin Bimas Katolik)

 

3/21/2011 04:41:22 pm

So much interesting contents here! You can go to see promotional gifts ,just have a look,right now.

Reply
4/25/2012 12:03:52 am

He says again, "Good fences make good neighbors."

Reply
4/25/2012 12:03:06 pm

Direction is just like a lamp, guiding you in darkness and helping you overcome obstacles on your way.

Reply
5/29/2012 08:07:13 pm



The life of people, always has to avoid ups. Not always such as sun dongsheng, also won't always was painful. Repeated a float a heavy, to a person, it is tested. Therefore, float on it, and don't have to pride; Under the sink in, don't need more pessimistic. Must be blunt, modest attitude, optimistic and enterprising, forward.

Reply
6/3/2012 11:00:44 am

I can mention in your article in front of the regional information, very interested in right before, I know, I really like such a very good article. When the author writing quality is very pleasant reading.

Reply
6/3/2012 11:10:56 am

Very good, very good. Let me see the comfort of its heart. The topic of this article, a purpose. The structure of layers of depth and attractive. After seeing this article, I get a deeper understanding.

Reply
6/25/2012 06:10:28 pm

First time here at your blog and wanted to say hi.

Reply
7/3/2012 07:25:01 pm

How good the blog , how wonderful and gorgeous contents of the article . I very much appreciate the author's talent and thinking ability . The article is clear , reading your blog post is a high enjoyment ; Not only that , but also from exposure to some valuable knowledge and information . Thank you for your sharing .

Reply
7/13/2012 12:48:16 pm

Make certain everybody wants the same issues and enjoy the same objectives.Four. Does your music group have got showmanship? Record labels and administration aren't searching for only someone to wake up generally there and perform any more. You have to perform to the crowd and set with a good show. If you wish to get noticed, focus on demonstrating all of your music group members' people. Work the room and really enter your songs. Think regarding bands you adore and what they do to put themselves apart when you need inspiration.

Reply



Leave a Reply.

    Click to set custom HTML
    View my profile on LinkedIn